Kamis, 05 Juli 2012

0 Kajian Oposisi dalam Kitab An-Nawahi

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana yang kita famahi akah posisinya hadits Nabi dalam Islam, adalah sangat perlu untuk kita ketahui dan memahami, mulai dari asbabul wuru­dnya, sanadnya, rawinya dan lain sebagainya, hal ini juga akan berpengaruh pada kualitas hadits itu sendiri sebagai landasan hukum utama setelah al-Quran.
Dari sekian banyak kitab hadits yang berhasil dibukukan oleh para Muhaddits baik dalam betuk musnad atau lainnya, merupakan salah satu sumbangsih para ulama terdahulu dalam mengabadikan sebuah hukum yang berlaku pada zaman nabi, shabat dan untuk generasi selanjutnya. Termasuk salah satu karya As’ad Muhammad Thayib, yang mengumpulkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh dua Muhaddits terkenal yaitu Iman Bukhari dan Imam Muslim dalam kitabnya An-Nawahi.
Dengan demikian pada makalah ini, penulis mencoba menganalisis  hadits yang terdapat dalam kitab An-Nawahi dengan memakai beberapa teori. Dengan tujuan kita bisa mengetahui keistimewaan dan kelebihan kata-perkata yang ada pada hadits khususnya hadits yang terdapat dalam kitab An-Nawahi.
Harapan penulis, makalah yang sangat singkat ini mampu menambah wawasan bagi penulis dan rekan-rekan mahasiswa pada khususnya, dan untuk masyarakat luas pada umumnya tentunya dalam Ilmu Hadits.

  1. Tujuan Penulisan
·         Untuk memenuhi tugas Ulumul Hadits sebagai ganti UAS
·         Memaparkan analisa hadits-hadits yang terdapat dalam kitab An-Nawahi.

  1. Rumusan Masalah
·         Apakah hadits-hadits dari semua bab yang terdapat dalam kitab An-Nawahi mengalami oposisi?

  1. Metodologi Kajian
Dalam usaha analisis hadits yang dilaukan penulis dalam penyusunan makalah ini, penulis mencoba menganalisis hadits-hadits yang terdapat dalam kitab An-Nawahi, akan tetapi penulis hanya menemukan beberapa bentuk oposisi saja, antara lain:
·         Oposisi Mutlak (at-Tadâdd al-Hâdd), yaitu: pertentangan makna secara mutlak.
·         Oposisi Kutub (at-Tadâdd al-Mutadarrij), yaitu: pertentangan makna yang bersifat gradasi.
·         Taksonomi yaitu terjadi secara berputar dan tak berujung.
·         Oposisi Hubungan (at-Tadâdd al-‘Aksî), yaitu: Makna kata-kata yang ini bersifat saling melengkapi.
Jadi dari beberapa teori yang ada, penulis tidak menemukan dari hadits dalam kitab An-Nawahi yang mengalami:
·         Oposisi Hierarkial (at-Tadâdd ar-Rutabî), yaitu: Makna kata-kata yang menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan.
·         Oposisi Majemuk (at-Tadâdd al-Muta’addid), yaitu: kata-kata yang beroposisi terhadap lebih dari sebuah kata.




BAB II
LANDASAN TEORI
Teori-Teori Makna Oposisi
Berikut macam-macam teori yang bisa digunakan dalam sebuah kajian makna, antara lain:
·         Oposisi Mutlak (at-Tadâdd al-Hâdd), yaitu: pertentangan makna secara mutlak. Contoh: hayy (hidup) dan mayyit (mati).
·         Oposisi Kutub (at-Tadâdd al-Mutadarrij), yaitu: pertentangan makna yang bersifat gradasi. Contoh: al-ghinâ (kaya) dan al-faqr (miskin).
·         Oposisi Hubungan (at-Tadâdd al-‘Aksî), yaitu: Makna kata-kata yang ini bersifat saling melengkapi. Contoh: bâ’a (menjual) dan isytarâ (membeli).
·         Oposisi Hierarkial (at-Tadâdd ar-Rutabî), yaitu: Makna kata-kata yang menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan. Contoh: satuan berat, panjang, isi, nama satuan hitungan, nama jenjang kepangkatan, dsb.
·         Oposisi Majemuk (at-Tadâdd al-Muta’addid), yaitu: kata-kata yang beroposisi terhadap lebih dari sebuah kata. Contoh: qâma beroposisi dengan kata jalasa, idhtaja’a, nâma dll.
·         Oposisi Taksonomi yaitu terjadi secara berputar dan tak berujung






BAB III
PEMBAHASAN
Dalam kitab An-Nawahi  terdapat beberapa hadits yang mengalami oposisi, sebagaimana berikut ini:
a)      Oposisi Kutub (at-Tadâdd al-Mutadarrij)
عن أبي هريرة رضي الله عنه, أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: بادروا بالأعمال, فتنا, كقطع الليلة المظلم, يصبح الرجل مؤمنا, ويمسي كافرا ويمسي مؤمنا ويصبح كافرا يبيع دينه بعرض من الدنيا.
Dalam hadits lain
المؤمن يأكل في معى واحد, والكافر يأكل في سبعة أمعاء.
Kata مؤمن dan kata كافر mengalami makna yang berlawanan akan tetapi perlawanan tersebut tidak berlawanan secara mutlak, karena antara dua kata tersebut masih terdapat kata lain yaitu masa sekarang. Dengan demikian hadits tersebut terdapat kata yang memiliki makna gradasi.

Dalam hadits yang lain juga terdapat yang memiliki gradasi, yaiut:
من شرب في إناء من ذهب أوفضة فإنما يجرجر في بطنه نارا من جهنم.
Karena selain emas dan perak masih ada lagi yang termasuk perhiasan, yaiut tembaga.

كلوا واشربوا وتصدقوا والبسوا في غير اسراف ولا مخيلة
Antara dua kata yang bergaris bawah di atas masih memiliki kata lain. Jadi dalam kajian ini, hadits tersebut merupakan hadits yang memiliki makna gradasi.

b)     Oposisi Mutlak (at-Tadâdd al-Hâdd)
عن أبي سعيد الخدري عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا المرءة إلى عورة المرءة, ولا يفضي الرجل إلى رجل في ثوب واحد, ولا يفضي المرءة إلى المرءة في الثوب الواحد.

Dan juga dalam hadits lain:

عن أبى هر ير ة ر ضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا دعى الرجل امرأته إلى فراشه, فلم تأته, فبات غضبان عليها, لعنتها الملائكة حتى تصبح.

Pada kajian hadits yang kedua ini terjadi kasus yang berbeda dengan kajian yang terdapat pada hadits sebelumnya, yaitu antara kata الرجل dan kata المرءة merupakan bentuk oposisi mutlak, meskipun kadang terdapat pengecualian.  karena secara penjenisan kelamin khususnya manusia, hanyalah ada dua alternative, yaitu laki-laki dan perempuan.

Contoh hadits yang lain.
من لبس الحرير في الدنيا لن يلبسه في الآخرة.
Kata الدنيا dan الآخرة kata merupakan dua kata yang berlawan secara mutlak, karna dalam dunia ini hanya terdapat dua alam sebagai tempat tinggal manusia, yaitu dunia dan akhirat.

c)      Oposisi Taksonomi

عن أبي هريرة رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا تختصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام إن لا يكون في صوم يصومه أحدكم.
Pada kata ليلة الجمعة dan kata يوم الجمعة merupakan dua alternative yang terjadi dalam rotasi alam yang kejadiannya secara terus-menerus dan tak berujung.

d)     Oposisi Hubungan (at-Tadâdd al-‘Aksî)

عن ابن عمر رضي الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من اشترى طعاما فلا يبعه حتى يستوفيه.
Kata اشترى dan يبعه  memiliki hubungan yang erat untuk saling melengkapi. Jadi dalam kajian ini hadits di atas merupakan hadits yang terdiri dari kata hubungan.











BAB IV
PENUTUP
Dari makalah yang berisi analisis kitab hadits yang disusun oleh As’ad Muhammad Thayib yakni kitab An-Nawahi ternyata tidak semua hadits dalam bab itu mengalami oposisi hanya pada sebagian hadits saja. Begitu juga dengan teori-teori yang ada tidak semuanya masuk di dalam kajian ini.
Demikian pemaparan hadits berdasarkan teori-teori oposisi, besar harapan penganalisis pada segenap pembaca untuk mengkaji ulang terhadap kajian yang telah penulis kaji terkait dengan relasi makna semantis.














Daftar Pustaka

Thayib, As’ad Muhammad. An-Nawahi fi al-shahihaini, Maktabah Al-Makkiyah. 1996.
Bahan Ajar Dirasah al-Hadits al-lughawawiyyah: Teori Relasi Makna Semantis.
















0 komentar:

Posting Komentar

 

Pustaka Bahasa dan Sastra Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates