BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sebagaimana yang kita famahi akah posisinya hadits Nabi
dalam Islam, adalah sangat perlu untuk kita ketahui dan memahami, mulai dari asbabul
wurudnya, sanadnya, rawinya dan lain sebagainya, hal ini juga akan
berpengaruh pada kualitas hadits itu sendiri sebagai landasan hukum utama
setelah al-Quran.
Dari sekian banyak kitab hadits yang berhasil dibukukan
oleh para Muhaddits baik dalam betuk musnad atau lainnya,
merupakan salah satu sumbangsih para ulama terdahulu dalam mengabadikan sebuah
hukum yang berlaku pada zaman nabi, shabat dan untuk generasi selanjutnya.
Termasuk salah satu karya As’ad Muhammad Thayib, yang mengumpulkan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh dua Muhaddits terkenal yaitu Iman Bukhari
dan Imam Muslim dalam kitabnya An-Nawahi.
Dengan demikian pada makalah ini, penulis mencoba
menganalisis hadits yang terdapat dalam
kitab An-Nawahi dengan memakai beberapa teori. Dengan tujuan kita bisa
mengetahui keistimewaan dan kelebihan kata-perkata yang ada pada hadits
khususnya hadits yang terdapat dalam kitab An-Nawahi.
Harapan penulis, makalah yang sangat singkat ini mampu
menambah wawasan bagi penulis dan rekan-rekan mahasiswa pada khususnya, dan
untuk masyarakat luas pada umumnya tentunya dalam Ilmu Hadits.
- Tujuan Penulisan
·
Untuk memenuhi tugas Ulumul Hadits sebagai ganti UAS
·
Memaparkan analisa hadits-hadits yang terdapat dalam kitab
An-Nawahi.
- Rumusan Masalah
·
Apakah hadits-hadits dari semua bab yang terdapat dalam
kitab An-Nawahi mengalami oposisi?
- Metodologi Kajian
Dalam usaha analisis hadits yang dilaukan penulis dalam
penyusunan makalah ini, penulis mencoba menganalisis hadits-hadits yang
terdapat dalam kitab An-Nawahi, akan tetapi penulis hanya menemukan beberapa
bentuk oposisi saja, antara lain:
·
Oposisi Mutlak (at-Tadâdd al-Hâdd), yaitu:
pertentangan makna secara mutlak.
·
Oposisi Kutub (at-Tadâdd al-Mutadarrij),
yaitu: pertentangan makna yang bersifat gradasi.
·
Taksonomi yaitu terjadi secara berputar dan tak berujung.
·
Oposisi Hubungan (at-Tadâdd al-‘Aksî),
yaitu: Makna kata-kata yang ini bersifat saling melengkapi.
Jadi dari beberapa teori yang ada, penulis tidak
menemukan dari hadits dalam kitab An-Nawahi yang mengalami:
·
Oposisi Hierarkial (at-Tadâdd ar-Rutabî),
yaitu: Makna kata-kata yang menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan.
·
Oposisi Majemuk (at-Tadâdd al-Muta’addid),
yaitu: kata-kata yang beroposisi terhadap lebih dari sebuah kata.
BAB II
LANDASAN TEORI
Teori-Teori Makna Oposisi
Berikut macam-macam teori yang bisa digunakan dalam
sebuah kajian makna, antara lain:
·
Oposisi Mutlak (at-Tadâdd al-Hâdd), yaitu:
pertentangan makna secara mutlak. Contoh: hayy (hidup) dan mayyit
(mati).
·
Oposisi Kutub (at-Tadâdd al-Mutadarrij),
yaitu: pertentangan makna yang bersifat gradasi. Contoh: al-ghinâ (kaya)
dan al-faqr (miskin).
·
Oposisi Hubungan (at-Tadâdd al-‘Aksî),
yaitu: Makna kata-kata yang ini bersifat saling melengkapi. Contoh: bâ’a (menjual)
dan isytarâ (membeli).
·
Oposisi Hierarkial (at-Tadâdd ar-Rutabî),
yaitu: Makna kata-kata yang menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan.
Contoh: satuan berat, panjang, isi, nama satuan hitungan, nama jenjang
kepangkatan, dsb.
·
Oposisi Majemuk (at-Tadâdd al-Muta’addid),
yaitu: kata-kata yang beroposisi terhadap lebih dari sebuah kata. Contoh: qâma
beroposisi dengan kata jalasa, idhtaja’a, nâma dll.
·
Oposisi Taksonomi yaitu terjadi secara berputar dan tak
berujung
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam kitab An-Nawahi terdapat beberapa hadits yang mengalami
oposisi, sebagaimana berikut ini:
a)
Oposisi Kutub (at-Tadâdd al-Mutadarrij)
عن أبي
هريرة رضي الله عنه, أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: بادروا بالأعمال,
فتنا, كقطع الليلة المظلم, يصبح الرجل مؤمنا, ويمسي كافرا ويمسي مؤمنا
ويصبح كافرا يبيع دينه بعرض من الدنيا.
Dalam hadits lain
المؤمن يأكل
في معى واحد, والكافر يأكل في سبعة أمعاء.
Kata مؤمن dan kata
كافر
mengalami makna yang berlawanan akan tetapi perlawanan tersebut tidak
berlawanan secara mutlak, karena antara dua kata tersebut masih terdapat kata
lain yaitu masa sekarang. Dengan demikian hadits tersebut terdapat kata yang memiliki
makna gradasi.
Dalam
hadits yang lain juga terdapat yang memiliki gradasi, yaiut:
من شرب
في إناء من ذهب أوفضة فإنما يجرجر في بطنه نارا من جهنم.
Karena
selain emas dan perak masih ada lagi yang termasuk perhiasan, yaiut tembaga.
كلوا واشربوا
وتصدقوا والبسوا في غير اسراف ولا مخيلة
Antara
dua kata yang bergaris bawah di atas masih memiliki kata lain. Jadi dalam
kajian ini, hadits tersebut merupakan hadits yang memiliki makna gradasi.
b) Oposisi Mutlak (at-Tadâdd
al-Hâdd)
عن أبي
سعيد الخدري عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا ينظر الرجل
إلى عورة الرجل ولا المرءة إلى عورة المرءة, ولا يفضي الرجل
إلى رجل في ثوب واحد, ولا يفضي المرءة إلى المرءة في الثوب
الواحد.
Dan juga
dalam hadits lain:
عن أبى
هر ير ة ر ضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا دعى الرجل
امرأته إلى فراشه, فلم تأته, فبات غضبان عليها, لعنتها الملائكة حتى تصبح.
Pada kajian hadits
yang kedua ini terjadi kasus
yang berbeda dengan kajian yang
terdapat pada hadits sebelumnya, yaitu antara kata
الرجل dan kata
المرءة merupakan bentuk oposisi
mutlak, meskipun kadang terdapat pengecualian. karena secara penjenisan
kelamin khususnya manusia, hanyalah ada dua alternative, yaitu laki-laki dan
perempuan.
Contoh hadits yang lain.
من لبس
الحرير في الدنيا لن يلبسه في الآخرة.
Kata الدنيا dan الآخرة kata merupakan dua kata yang berlawan secara mutlak, karna
dalam dunia ini hanya terdapat dua alam sebagai tempat tinggal manusia, yaitu
dunia dan akhirat.
c)
Oposisi Taksonomi
عن أبي
هريرة رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا تختصوا ليلة الجمعة
بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام إن
لا يكون في صوم يصومه أحدكم.
Pada kata ليلة الجمعة dan kata
يوم الجمعة merupakan
dua alternative yang terjadi dalam rotasi alam yang kejadiannya secara
terus-menerus dan tak berujung.
d) Oposisi Hubungan (at-Tadâdd
al-‘Aksî)
عن ابن
عمر رضي الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من اشترى طعاما
فلا يبعه حتى يستوفيه.
Kata اشترى dan يبعه memiliki
hubungan yang erat untuk saling melengkapi. Jadi dalam kajian ini hadits di
atas merupakan hadits yang terdiri dari kata hubungan.
BAB IV
PENUTUP
Dari makalah yang berisi analisis kitab hadits yang
disusun oleh As’ad Muhammad Thayib yakni kitab An-Nawahi ternyata tidak semua
hadits dalam bab itu mengalami oposisi hanya pada sebagian hadits saja. Begitu
juga dengan teori-teori yang ada tidak semuanya masuk di dalam kajian ini.
Demikian pemaparan hadits berdasarkan teori-teori oposisi,
besar harapan penganalisis pada segenap pembaca untuk mengkaji ulang terhadap
kajian yang telah penulis kaji terkait dengan relasi makna semantis.
Daftar Pustaka
Thayib, As’ad Muhammad.
An-Nawahi fi al-shahihaini, Maktabah Al-Makkiyah. 1996.
Bahan Ajar Dirasah
al-Hadits al-lughawawiyyah: Teori Relasi Makna Semantis.
0 komentar:
Posting Komentar