.
Makna dan Jenis-jenisnya
Makna
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa
saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam.
Mansoer Pateda mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah
yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.[1]
Menurut mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan
pengertian.[2]
Dalam hal ini Ferdinand de Saussure mengungkapkan pengertian makna sebagai
pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.[3]
Bloomfied mengemukakan bahwa
makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas
unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya.[4]
Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara
bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga
dapat saling dimengerti.[5]
Dari
pengertian para ahli bahasa di
atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit
ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang
yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
Aspek-aspek Makna
Aspek-aspek makna dalam
semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :
1.
Pengertian (sense)
Pengertian
disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan
lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa
yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons mengatakan bahwa pengertian
adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam
kosakata.[6]
2.
Nilai rasa (feeling)
Aspek
makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan
dengan makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan
dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang
berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan
dengan perasaan.
3.
Nada (tone)
Aspek
makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap lawan bicara.[7]
Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata
lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang
tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
4.
Maksud (intention)
Aspek
maksud menurut Shipley merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha
keras yang dilaksanakan.[8]
Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis,
persuasi, rekreasi atau politik.
Aspek-aspek
makna tersebut
tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik.
Berikut akan dijelaskan
seperti apa keterkaitan aspek-aspek makna dalam semantik dengan jenis-jenis
makna dalam semantik.
1. Makna Emotif
Makna
emotif menurut Sipley adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara
atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau
dirasakan. Contoh kata
kerbau dalam kalimat Engkau kerbau., kata itu tentunya
menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar.[9]
Dengan kata lain,kata kerbau tadi mengandung makna emosi. Kata kerbau
dihubungkan dengan sikap atau poerilaku malas, lamban, dan dianggapsebagai
penghinaan. Orang yang dituju atau pendengarnya tentunya akan merasa
tersimggung atau merasa tidak nyaman. Bagi orang yang mendengarkan hal tersebut
sebagai sesuatu yang ditujukan kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa ingin
melawan. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau
kalimat yang dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan
dengan perasaan. Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu kepada
hal-hal atau makna yang positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan
tata nilai masyarakat terdapat suatu perubahan nilai.
2. Makna Konotatif
Makna
konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif cenderung bersifat
negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif.[10]
Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang
diucapkan atau didengar. Misalnya, pada kalimat Anita menjadi bunga desa. Kata
nunga dalam kalimat tersebut bukan berarti sebagai bunga di taman melainkan
menjadi idola di desanya sebagai akibat kondisi fisiknya atau kecantikannya.
Kata bunga yang ditambahkan dengan salah satu unsur psikologis fisik atau
sosial yang dapat dihubungkan dengan kedudukan yang khusus dalam masyarakat,
dapat menumbuhkan makna negatif.
3. Makna Kognitif
Makna
kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang
sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan
dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponenya.[11]
Kata “Pohon” bermakna tumbuhan
yang memiliki batang dan daun denga bentuk yang tinggi besar dan kokoh.
Inilah yang dimaksud dengan makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud
pikiran.
4. Makna Referensial
Referen
menurut Palmer adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata,
kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik.[12]
Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau
kenyataan. Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna
referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu,
baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.
Makna
referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang langsung
berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga
dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat
hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan
yang dapat dijelaskan melalui analisis komponen.
5. Makna Piktorikal
Makna
piktorikal menurut Shipley adalah makna yamg muncul akibat bayangan pendengar
ataupembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca.[13]
Makna piktorikal menghadapkan manusia dengan kenyataan terhadap perasaan yang
timbul karena pemahaman tentang makna kata yang diujarkan atau ditulis,
misalnya kata kakus, pendengar atau pembaca akan terbayang hal yang
berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kakus, seperti kondisi yang
berbau, kotoran, rasa jijik, bahkan timbul rasa mual karenanya.
Terkait dengan bentuk atau tipe
makna seperti yang telah dipaparkan oleh oleh para pakar linguistic yang
penulis baca di beberapa buku-buku linguistic khususnya semantic, dapat diambil
sebuah simpulan bahwa dari sekian bentuk atau tipe makna tersebut
merupakan bentuk kebahasaan yang harus
dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur
mengujarnya. makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang
disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti. Batasan
tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa
memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran
atau kata. Perbedaan jumlah yang dipaparkan oleh para tokoh linguistic tersebut
tentunya menjadi sebuah ruang bagi kita para pemula yang berkeinginan untuk mendalami
ilmu kebahasaan. Pendapat para ahli tersebut saling berkesinambungan, dan
saling melengkapi. Sebuah keharusan bagi para calon linguis untuk memahami
semua jenis-jenis yang dikemukakan para ahli tersebut demi menghindari
kesalahpahaman dalam menggunakan bahasa antar sesama dalam
berinteraksi.
2.
Keberadaan
Konsep Sinonim
Sinonim adalah dua jenis kata
yang berbeda, namun memiliki makna yang hampir sama atau mirip. Kata-kata yang
saling bersinonim disebut identik, dan keadaan menjadi sinonim dinamakan
sinonimi.
Kata "sinonim"
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu syn (σύν) yang artinya "sama"
dan onoma (ὄνομα) yang artinya "nama". Misalnya, kata
"mobil" dan "kendaraan" adalah sinonim. Demikian pula, jika kita berbicara
tentang "waktu yang lama" atau "perpanjangan waktu", kata
"panjang" dalam contoh kalimat tersebut bisa disinonimkan dengan kata
"lama".[14]
Dalam arti kiasan, dua buah
kata sering dikatakan identik atau bersinonim jika memiliki konotasi yang sama.
Contohnya, mengkiaskan antara "Saritem" dan "tempat mesum".
Padahal, orang yang pernah ke wilayah Saritem pasti mengerti itu hanya
lingkungan biasa, yang terdapat jajaran toko-toko, tempat ibadah, serta
rumah-rumah warga yang tidak ada kaitannya dengan kemesuman.
Konotasi dan sinonim
"mesum" itu didapatkan karena Saritem sering diberitakan sebagai
lokalisasi pelacuran di Kota Bandung. Persepsi pun terbentuk sehingga orang
melakukan atau memukul rata sinonimnya sebagai tempat yang buruk.
Sinonim juga dapat berupa
bagian dari sesuatu yang dikabarkan atau diinformasikan, baik melalui jalan
orasi, pidato, ataupun pengkabaran karena terbentuk kalimat mythical
(ajaib) yang memudahkan para orator menyampaikan kesan dan pesannya kepada
orang banyak.
Seperti sinonim dalam kata
benda. Contohnya kalimat, “Dia adalah banteng pemberani yang bersedia mati
demi bangsanya.” Dalam kalimat ini, "banteng" disinonimkan dengan
"manusia", seperti "prajurit" atau "pahlawan".
Sinonim dalam kata kerja yang
dicontohkan kalimat berikut. “Mereka telah merobek-robek kedaulatan kita.”
Dalam pidato Bung Tomo tersebut, "merobek-robek kedaulatan"
disinonimkan dengan "melukai harga diri suatu kelompok".
Sinonim dalam kata sifat,
misalnya dalam kalimat, “Dia itu orangnya centang perenang.” Kata "centang
perenang" tersebut bisa disinonimkan sebagai "terlalu
santai".
Sinonim dalam kata
keterangan, contohnya: “Samsung Galaxy III dihargai 6 juta rupiah, karena
handphone ini merupakan handphone tercanggih dari kelas highend.” Dalam kalimat
tersebut, kata "highend" dipakai untuk mengimbangi predikat "6
juta rupiah" sebagai keterangan sinonim dari tingkatan "kelas
atas" atau "kelas mahal".
Bahasa Indonesia, dengan
sejarah panjangnya dalam menyerap istilah dari bahasa-bahasa lain, menjadikan
bahasa ini sebagai bahasa yang sangat kaya akan sinonim kata. Hal tersebut
karena begitu banyaknya pengucapan di setiap konteks yang dipertukarkan.
Apalagi, Indonesia merupakan wilayah internasional, tempat beragam budaya
pernah singgah dan berinteraksi dengan orang-orang di Nusantara.
Selain itu, kekayaan bahasa
Indonesia diperoleh dari kenyataan yang dimiliki bangsa ini sendiri yaitu bahwa Indonesia
terdiri atas ratusan suku bangsa dan ribuan dialek bahasa. Setiap makna bisa
mengandung dua atau lebih silabi, dan secara terus-menerus dipertukarkan.
Ini artinya lidah orang
Indonesia sudah sedemikian terlatih untuk melafalkan kata dari bahasa mana pun.
Dan bila diselorohkan lebih jauh, hal semacam ini sejatinya bisa menjadikan
kamus bahasa Indonesia semakin tebal. Proyek penebalan kamus ini salah satunya
diakibatkan oleh membanjirnya sinonim. Bahkan, bila diseriuskan, hal ini bisa
membuat pegawai direktorat bahasa bergadang setahun penuh.
Istilahnya mendapatkan kata-kata
yang "sama" atau "hampir sama" yang berarti juga
"mirip seperti yang lain", walau ada perbedaan penting antara
"sama" dan "hampir sama". Masyarakat semakin kreatif
menciptakan sinonimnya sendiri. Misalkan, "anggota DPR" disinonimkan
dengan "badut".
Sinonim untuk kata benda
lebih berantakan lagi. Kadang-kadang, bila ada hal yang persis sama, akan
langsung diasosiasikan kepada "kembarannya", seperti dalam kasus
istilah "anggota DPR" sebelumnya. Walaupun kata benda, sebenarnya
tetap ada panggilan atau sebutan "resmi" tentang benda tersebut,
misalnya "kabinet" adalah "lemari berlaci".
Dalam kasus lainnya, sinonim
adalah kata yang terlanjur terikat dan mengikat kuat di masyarakat. Misalkan,
jika kita belanja air mineral di
warung, kemudian kita bilang, “Beli Aqua, dong!”, namun lantas
diberi botol minuman dengan merek “Club”, Kita pasti tidak akan protes,
bahkan merasa memang itu yang kita minta. Itulah kekuatan sinonim yang telah
mem-branding pada suatu kasus produk tertentu yang sedemikian mengakar. Contoh
kekuatan sinonim produk yang telah mem-branding lainnya adalah merek “Indomie”.
Fungsi Sinonim
Daftar sinonim berguna ketika
kita sedang menulis dan mencari hanya kata yang tepat menggambarkan sesuatu
demi mempermudah pembaca memahaminya. Tetapi setiap kata harus dipertimbangkan
dalam definisi spesifik. Jika perlu, kita bahkan bisa membuat catatan glosarium sinonim di bagian bawah
suatu tulisan untuk membantu pembaca memahami tulisan kita, seperti yang biasa
disertakan di akhir halaman buku.
Dalam bahasa Inggris, sinonim
banyak berevolusi dari penggunaan paralel pada periode awal abad pertengahan,
gabungan antara pembentukan kata bangsa Norman Perancis (dengan bahasa Latin
bawaan dari Romawi) dan bahasa Inggris Kuno (Anglo-Saxon – orang orang Denmark).
Bahasa Indonesia sama saja.
Walau menggunakan bahasa dasar Melayu, sebagai bahasa perdagangan di Nusantara,
tetap saja ada begitu banyak kata serapan yang masuk ke dalam bahasa Melayu
ini, entah dari bahasa Portugis, Spanyol, India, China, Arab, Muay, Philiphina,
Prancis, Inggris, lantas bercampur dengan bahasa lokal, seperti bahasa Jawa,
Sunda, Bugis, Manado, dsb.
Beberapa lexicographers (ahli
perkamusan) mengklaim bahwa tidak ada sinonim yang memiliki arti yang sama
persis (dalam semua konteks atau tingkat sosial bahasa yang berbeda) karena
etimologi, ortografi, kualitas phonic, makna ambigu, penggunaan, dll. membuat
sinonim ini unik.
Kata lainnya yang serupa,
namun arti biasanya berbeda karena suatu alasan, misalnya kata ‘kucing’ lebih
formal daripada "meong"; kata "wanita" lebih dewasa dari
"gadis", "makelar" lebih kasar dari "perantara".
Dan masih banyak contoh lainnya.
Bahkan prinsip penggunaan,
dalam komunitas tertentu bisa menjadikan sinonim sebagai bahasa kode. Terdapat
semacam kode rahasia dalam cara membahasakan bahasa tersendiri suatu kaum, yang
lepas dari kaidah formal, maupun kaidah umum yang informal. Mereka menggunakan
bahasa Indonesia, tapi penggunaan sinonimnya lebih menyerupai kode, khas di
kalangan mereka sendiri. Misalkan bahasa yang biasa dipakai di kalangan
homoseksual dan transgender berikut ini.
Cemberut = cemburu
Cililitan = cilik, kecil
Cinere, cinse’, cintami =
orang Cina
Ciptadent = ciuman
(berciuman)
Sinonim
Kognitif
Sinonim kognitif adalah
properti suatu kata atau istilah yang dibedakan dari kesamaan asosiasi mental,
konotasi, respons emosional, dan nilai puitis. Bentuk ini bisa merupakan
informasi yang sedemikian rupa diungkapkan, sehingga identik dengan makna
kognitif dari kata yang berbeda (sebagai lawan emosi atau mental yang
menimbulkan asosiasi).
Sebagai contoh:
Semua
bujangan adalah pria yang belum menikah.
Kata "sarjana"
memiliki kurang dari sepuluh huruf.
"Pria yang belum
menikah" memiliki lebih dari sepuluh huruf.
Makna kalimat tersebut merupakan contoh dari
sinonim kognitif, menggeser perangkat pemahaman Kita.
3.
Medan
Makna
Pada dasarnya, Medan
makna merupakan bagian dari sistem
semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas
dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal
yang maknanya berhubungan. Dan di dalam medan makna, suatu kata terbentuk oleh
relasi makna kata tersebut dengan kata lain yang terdapat dalam medan makna
itu. Sebuah medan makna, menurut Trier, dapat
diibaratkan sebagai mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain
dalam medan makna tersebut juga akan berubah.
Makna
bahasa terutama makna kata dapat kita klasifikasikan menurut komponennya. Pandangan seperti ini,
dapat dilihat dalam teori medan makna yang menyatakan
bahwa kosakata dalam suatu bahasa terbentuk dalam kelompok-kelompok katayang menunjuk kepada satu medan makna tertentu, misalnya apabila
kita mendengar seseorang menyebut kata ganti kata
kendaraan,
tentunya kita terbayang bermacam-macam jenis kata ganti kendaraan. Padahal kendaraan merupakan
kata ganti dari berbagai magai macam alat transportasi. Dalam hal ini semua alat ganti tersebut sebenarnya berada dalam satu ruang yaitu dinamakan dengan kata ganti. Contoh lain
yaitu kata “keluarga”, merupakan medan makna yang di dalamnya meliputi ayah,
ibu, anak, cucu dan seterusnya.
4.
Perkembangan
dan Perubahan Makna
Dalam
bahasa Indonesia banyak kata yang mengalami perkembangan dan perubahan
makna, Perkembangan dan perubahan itu disebabkan adanya banyak hal
yang mempengaruhinya, diantaranya adalah perkembangan ilmu dan teknologi,
budaya, keadaan sosial, bidang pemakaian, dan adanya asosiasi.
1.
Perubahan Makna Secara Historis
Perubahan
makna secara historis adalah perubahan makna kata seiring dengan
berkembangnya waktu. Perubahan itu terdiri dari :
a.
Perluasan makna meluas (
generalisasi )
Perluasan
makna adalah kata – kata yang cakupan maknanya sekarang ini lebih luas
daripada makna semula.
Contoh
:
Kata
|
Makna Semula
|
Makna sekarang
|
Saudara
|
Saudara
sekandung (sedarah)
|
1. Sebutan
bagi siapa saja yang lebih muda bapak ayah
2. Sebutan
bagi lelaki dewasa / lebih tua yang dihormati
|
b.
Penyempitan makna ( spesialisasi )
Penyempitan
makna adalah kata-kata yang cakupan maknanya sekarang lebih sempit dari pada
cakupan makna semula.
Contoh
:
Kata
|
Makna Semula
|
Makna sekarang
|
Sarjana
|
Orang pandai
|
Gelar lulusan perguruan tinggi
|
Ulama
|
Orang
pandai
|
Pemuka agama Islam
|
2.
Perubahan Makna kata secara Sosial
Perubahan
makna kata secara sosial adalah perubahan makna kata karena kata tersebut
mempunyai nilai rasa tertentu dalam pemakaianya di masyarakat. Nilai atau rasa
itu bisa dirasakan lebih tinggi (baik) atau sebaliknya lebih rendah (buruk).
Perubahan makna ini dibagi menjadi:
A.
Peninggian makna ( ameliorasi ).,
Ameliorasi
adalah perubahan makna yang menyatakan bahwa makna kata yang baru dirasakan
lebih baik, sopan, atau lebih tinggi nilai rasanya.
Contoh
:
Kata
|
Makna Semula
|
Makna sekarang
|
wanita
|
Betina
|
Sebutan untuk perempuan yang
terhormat, baik dan mulia
|
B.
Penurunan makna ( peyorasi )
Peyorasi
adalah perubahan makna yang menyatakan bahwa makna kata yang baru
mengandung pengertian lebih rendah nilai rasanya daripada makna
semula.
Contoh
:
Kata
|
Makna Semula
|
Makna sekarang
|
Buruh
|
Pekerja
|
Pekerja kasar dengan status sosial
rendah
|
Oknum
|
Tokoh
|
1.
Tokoh dengan konotasi jahat
2.
Kaki
tangan pembantu Orang yang membantu dalam hal kejahatan
|
:
3.
Perubahan Makna Secara Sinkroni
Perubahan
makna kata secara sinkronis adalah perubahan makna kata pada suatu masa
tertentu. Hal itu disebabkan karena kata tersebut dipakai dengan makna
kias,bukan makana sebenarnya. Perubahan makna ini meliputi :
A.
Asosiasi
Asosiasi
adalah perubahan makna karena adanya kemiripan antara dua hal, benda atau
peristiwa yang sesungguhnya berlainan.
Contoh
:
Kata
|
Makna Semula
|
Makna Kias
|
Amplop
|
Ia membeli
dua amplop di took Abid Kastah
|
Agar bisa masuk di Perguruan
Tinggi Ia memakai amplop.
|
Kursi
|
Kursi itu
dibuat dari rotan
|
Ia sangat
berambisi untuk duduk di kursi DPR
|
B.
Sinestesia
Sinestesia
adalah perubahan makna karena pertukaran tanggapan indera.
Contoh
:
Kata
|
Pemakaian
Kata Semula
|
Makna sinestesia
|
Tajam
|
pisau itu
sangat tajam
|
Perkataannya sangat tajam
|
Pahit
|
Obat itu
rasanya pahit
|
Rekreasi
bulan lalu merupakan pengalaman yang pahit bagiku
|
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka
Cipta.
Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya:
Airlangga University Press.
Aminuddin. 1988. Semantik. Bandung:
Sinar Baru.
Djajasudarma, Fathimah. 1999. Semantik 2: Pemahaman Makna. Bandung:
Refika Aditama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta:
Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar